Kamis, 25 Desember 2014

*..Aku, Kamu, dan Senjaku..*



Ada satu kenyataan perih yang ingin sekali aku acuhkan setiap kali menatap langit di kala senja. Jadi begini, setiap kali ku menatap jingganya, aku selalu berharap senja akan membawa rasaku padamu tenggelam dan pergi. Namun kenyataannya, setiap kali aku menatapnya, setiap kali itu juga aku menyadari bahwa rasa itu belum pergi. Aku masih mencintaimu. Aku menatap senja. Dan aku masih mencintaimu. Begitu seterusnya..

Selasa, 16 Desember 2014

*..Kepergianmu..*



Kali ini aku menulis dengan suasana hati yang tak kumengerti. Sulit sekali untuk mengungkapkan segalanya, sulit sekali untuk menyatukan rasa dengan kata. Aku menulis ini dengan sangat bersusah payah diatas lembar kertas yang masih basah. Dan saat aku menulis ini sudah tak banyak lagi imajinasi, inspirasi, dan frasa kata yang kumiliki. Jujur saja, kali ini aku menulis dengan keadaan otakku yang telah rusak parah, hatiku yang telah terlanjur patah. Aku bahkan tak tahu, kemana arah dan tujuan tulisanku. Ia telah pergi, itu yang kutahu..

Minggu, 14 Desember 2014

*..Hujan Di Bulan Desember..*



12 Desember
Pagi ini langit kembali kelam. Awan menghitam..

*..Beranda Kecilmu(2)..*



Di beranda kecilmu yang sedikit berdebu, ketika hujan masih menyisakan rinai gerimis beraroma sendu. Ada yang bakal lenyap dimakan waktu. Kelak. Saat para dewa-dewi usai berpesta diatas sana, diatas semua cerita yang dibuat oleh kita. Ya, diantara aku dan kamu yang sedang saling menarik napas panjang, sedikit berat, sedikit sesak. Saat kuhirup aroma basah yang penuhi setiap jengkal rindu yang dibuat oleh jarak..

*..Kado Kecil Yang Terbuang..*


Semilir angin malam tak mampu mengusik lamunan. Tatapanku terpaku pada sebuah kotak kecil yang kugenggam sepanjang perjalanan. Aku tak tahu untuk apa aku masih menyimpannya? Kepada siapa aku akan menyerahkannya? Dan mengapa sulit bagiku untuk membuangnya..?

Selasa, 18 November 2014

*..Awal Paragraf..*

arjawinangun

"Karena di awal paragraf menjadi tempat awal aku mengenalmu.."

*..Mawar Tanpa Duri..*


Awalnya kamu adalah kata yang hendak dituliskan oleh pensil yang sedang kupegang, yang meski telah kuruncingkan, ternyata tak segera berani memilih aksara pertama sebagai awalan. Hingga akhirnya ku menyadari, sudah berapa lama ku seperti ini? Masih berada disini, duduk di tempat yang sama sambil merelakan waktuku terbuang percuma..

*..Apa Kabarmu Bodoh(2)..*

apa kabar bodoh

Apa kabarmu, Bodoh? Baik-baikkah? Kurasa masih akan baik-baik saja. Atau mungkin hanya berpura-pura baik seperti biasanya? Baik ataupun tidak, kurasa kamu masih akan tetap bertahan pada tempatmu bukan? Anggaplah segalanya baik-baik saja dan kalaupun tidak, aku tahu kau adalah pemeran yang sangat hebat untuk memerankan peran baik-baik saja. Kau mampu terlihat baik-baik saja ketika segala hal berubah menjadi buruk. Aku tahu, dan aku selalu berterimakasih untuk itu..

*..Senja Biru..*


Senja biru. Entah kenapa ku melihat senja ditempat ini selalu berwarna biru. Senja itu harusnya berwarna jingga, bukan biru. Sering kali kukatakan hal itu pada Semesta sebagai pemiliknya. Dia hanya membalas nada protes dalam bicaraku dengan senyuman simpul tanpa aksara..

*..Bangunkan Aku Saat September Ini Berakhir..*


Bangunkan aku saat september ini telah berakhir. Saat aku lebih tua dan lebih bijak untuk mengerti bahwa kepergian bukanlah kehilangan. Bangunkan aku saat september ini telah berakhir. Saat aku lebih pintar dan lebih dewasa untuk memahami bahwa merelakan bukanlah melepaskan..

*..Beranda Kecilmu..*


Mentari senja telah menyinari dan mengiringi perjalananku. Menembus jingga, mengurai asa. Memang kuakui rasa yang dulu pernah ada, hingga hari inipun masih ada. Walau tak sebesar ketika kau dan aku ada pada suatu masa dan cerita yang sama. Hanya saja keenggananku untuk mengulang luka dan cerita lama, menjadikanku teriakan tanpa suara dan perjalanan tanpa asa..

*..Karena Aku Ini Bodoh..*

karena aku ini bodoh

Mungkin karena aku bodoh atau karena aku merasa bodoh, hingga ku menganggap semua ini tak mengapa dan aku juga masih menganggap semua ini baik baik saja. Bahkan ketika saat-saat seperti ini terulang, ketika ku terluka untuk kesekian kalinya. Masih di tempat yang sama dengan alasan yang tak pernah mau berubah. Mungkin karena mereka pintar atau karena mereka merasa pintar, hingga bisa berkata bahwa apa yang kulakukan ini tidak berguna. Bagiku itu tidak masalah, karena seperti yang pernah kubilang bahwa aku ini bodoh..

*..Suara Dari Si Penunggu Hati..*


"Masih merindu?" Tanyanya pada sosok yang duduk tersudut di sebuah ruangan.

"Ya tentu, lebih dari biasanya malah" terdengar jawaban pelan yang nyaris tak terdengar.

*..Hanya Sebuah Bayang..*

sebuah bayang

Senyum manisnya masih terekam hingga kini, saat ia masih mengingat caranya untuk tersenyum dihadapan seorang pemujanya yang tak tahu diri. Aku! Menuliskan hal ini aku tak lupa memutar sebuah lagu yang mengingatkanku pada pertemuan beberapa tahun yang lalu disaat ia masih bisa menyapa dan tersenyum padaku. Ya, sebuah lagu dari salah satu grup musik favoritku menemani resonansi imajinasi yang tersirat dalam lembaran fiksi bodoh untuk sang tuan puteri..

*..Saat Hujan Turun Di Pagi Hari(2)..*


Aku tahu, kamu membenci pagi yang seperti ini. Pagi yang murung karena mendung yang menggantung. Tak ada indahnya fajar, juga sinarnya yang biasa membuka pagimu dengan harapan. Semuanya tertutup awan hitam yang tak bosan bergelayut manja di langit sana, mengirimkan ribuan tetes hujan yang membuat harimu muram. Padahal hari ini kamu harus berangkat ke suatu tempat, namun karena hujan suasana menjadi dingin dan membuat langkahmu menjadi berat. Terpaksa payung kecil di sudut ruangan menjadi sebuah pilihan, jika memang hujan enggan untuk berhenti hari ini..

*..Apa Kabarmu, Bodoh..*


Dua dini hari ku terjaga dari lelapku dan terdengar dirimu mulai memanggil namaku pelan dalam sunyi. Dirimu yang pernah kulupakan, dirimu yang selalu membawa hujan. Ah menyebalkan! Kenapa kau selalu datang di saat ku ingin menarik selimut ini lebih erat melekat. Bodoh! Dasar bodoh! Kenapa kau tak pernah datang di saat waktu yang tepat. Di saat hujan tak sedang menjerat. Biar kita tak basah, biar kita tak resah. Di temani heningnya malam ku mulai mendekat, berdiri tepat di hadapan. Di iringi derasnya rintik hujan ku mulai menatap, erat diantara tatapan. Hai, Apa kabarmu bodoh? Sudah lama kita tak bicara. Membicarakan tentang hidup, membicarakan tentang dunia, dan membicarakan tentang mimpi kita berdua..

*..Secangkir Cappucino Di Kala Senja..*


cappucino

Senja ini aku kembali duduk di ambang jendela lantai dua, bersama secangkir Cappuccino yang sejak tadi asyik menemaniku bercerita. Cappuccino yang disajikan dengan kerinduan yang mendidih hingga mengepulkan gejolak harapan yang masih tersimpan. Cappuccino memang lebih istimewa jika dinikmati dikala senja. Disaat para dewa dan peri sedang menari-nari diatas kolaborasi warna jingga dan tirus yang diciptakan oleh semesta, sebagai hadiah darinya untuk mereka yang telah lelah dan bosan mendengar doa dari para manusia..

*..Selamat Malam Langitku..*


Selamat malam langitku, selamat malam hujanku. Aku tak tahu di belahan langit miliknya sekarang sedang turun hujan ataukah tidak ? Ataukah mungkin sekarang di sana sedang turun salju? Pasti indah. Kalau boleh berkata jujur aku belum pernah melihat salju. Mungkin, jika nanti hujanku sudah cukup bosan menghiburku ia pasti akan digantikan oleh salju, seperti yang turun dari langit miliknya. Dan aku akan bisa menyaksikan salju dengan mata kepalaku sendiri tanpa harus berdiri di bawah langitnya..

*..Ah Sudahlah..*

Duduk terdiam sendiri merenungkan hal yang telah terlewati. Apakah aku salah melabuhkan hatiku pada dirimu, yang tercantik di mataku yang terbaik di hatiku. Rintikan derai hujan di langit malam, ikut menghanyutkan lamunan panjangku menjauhi kenyataan. Ah sudahlah, kau memang tak pernah mengerti perasaanku saat ini yang sedang menunggumu, mengingatmu di setiap langkahku. Seperti halnya nafasku yang selalu kurajut bersama namamu dalam setiap hembusan kecilnya sebelum berakhir menjadi sesuatu yang lebih kecil di dalam tubuhku, denyut nadiku..

Sabtu, 31 Mei 2014

*..Kisah Tentang Kota Hujan..*


Pernahkah kamu mendengar kisah tentang sebuah kota yang kucintai? Kota yang tidak pernah punya senja tanpa cerita. Bahagia, rindu, sedih, luka, sepi, dan tentu saja hujan. Hujan disini selalu punya teman yang bernama aku dan kenangan. Hujan disini selalu pintar membangunkan kenangan lama yang dulu sempat memudar..

Senin, 19 Mei 2014

*..Biarkan Aku Menjadi Langitmu..*


Dulu aku ingin menjadi mataharimu. Menjadi yang begitu engkau butuhkan meniti hari-hari. Menghangatkan dinginmu dengan pelukanku. Menerangi gelapmu dengan terangku. Berikanmu pelangi indah setelah hujan, oleh biasan cahayaku. Tapi seketika aku tersadar, ketika aku menjadi matahari, aku hanya bisa menghangatkan dan menerangimu tanpa pernah engkau mau menoleh dan melihatku secara utuh. Dan tak selamanya aku ada untukmu karena ketika malam tiba aku harus pergi..

*..Disudut Senja Kita..*


Tak selamanya kau tahu bahwa aku selalu ada. Tak selamanya kau tahu bahwa aku adalah nyata. Aku yang terbiasa bersembunyi, aku yang terbiasa menunggu. Bersembunyi dibalik daun yang gugur di depan rumahmu. Menunggu di balik batu yang diam di halaman kecilmu. Hanya bisa menatap semuanya dari sini. Hanya bisa berbicara dengan bayanganku sendiri. Disini. Disudut yang tak pernah kamu cari. Disini. Di sudut yang tak pernah kamu sadari..

Minggu, 18 Mei 2014

*..Diantara Gerimis, Aku, Kamu, dan Juga Rinduku..*


Gerimis ini seperti aku dan rinduku.Ya, rindu. Rindu ini selalu indah dan tak mampu diretas dengan kata, walau tak selalu hadir setiap waktu tapi kehadirannya selalu beriring gerimis di kala senja. Dalam gerimis selalu ada nyanyian indah yang hanya bisa didengar oleh mereka yang sedang merindu. Entahlah. Ketika gerimis, aku merasakan hadirmu dalam butiran rintiknya. Bersama gerimis aku berharap kamu mampu merasakan ungkapan rinduku padamu..

Minggu, 27 April 2014

*..Rindu Itu Sederhana..*


Dia. Dia hanyalah seorang wanita yang sederhana. Yang menangis ketika sedih menghampirinya. Yang tersenyum ketika kebahagiaan datang menyapa. Dia yang mengajariku banyak hal. Mengajariku bagaimana cara menari di bawah hujan, mengajariku bagaimana cara bertahan seperti karang, dan dia jugalah yang mengajariku untuk tetap memelihara mimpi yang lahir dalam kemustahilan. Sederhana sekali. Ya. Bukankah kita insan manusia memang selalu mendambakan kesederhanaan..?

Sabtu, 19 April 2014

*..Hujan Di Persimpangan Jalan(5)..*


Kamu, kamu, dan kamu. Masih orang yang sama. Yang selalu hadir dengan menangis dan membuatku khawatir. Kata yang sama. "Aku tak apa dan aku baik-baik saja" Aku harap aku salah mendengarnya. Aku harap aku salah melihat setetes embun di sudut matanya. Aku harap aku salah memahami artinya. Tiba-tiba hujan turun. Masih tanpa payung aku diam berdiri disini..

*..Hujan Di Persimpangan Jalan(4)..*


Sekarang hujan sudah reda. Dan senja. Aku masih berdiri disini. Kuyup. Disamping tembok batu. Sepanjang hujan senja ini, aku bicara dengan tembok itu. Terkadang saling memeluk ketika dingin hampir menggigil. Senja ini kau tak datang lagi dan pikiranku sibuk menerka-nerka..

*..Hujan Di Persimpangan Jalan(3)..*


Bukan aku yang membawa hujan pagi ini. Bukan pula hujan bermaksud menjadi kado ulang tahun untukmu dariku. Bahkan aku lupa membawa mantel hujan untuk menepis gerimis dari wajahku. Barangkali, hujan ingin menggantikan 22 batang lilin yang mestinya dinyalakan seseorang saat itu. Ah, ketimbang meniup lilin, memang lebih pantas rasanya jika kau merayakan ulang tahun dengan meniup hujan saja..

Sabtu, 25 Januari 2014

*..Cerita Di Balik Nada(2)..*


Panggil aku dengan sebutan “D”, aku seseorang yang bisa dibilang “freak” and “weirdo” yang dalam bahasa indonesia artinya “aneh” dan "pecundang”. Menjadi bahan olok-olok dan caci sudah lumrah bagiku sedari kecil, kurang kasih sayang dan selalu menjadi pelampiasan amarah itu sudah biasa. Aku menjalani kehidupanku yang biasa dengan cara yang tidak biasa seperti anak-anak lainnya, atau memang aku mempunyai suatu keistimewaan yang tidak dimiliki oleh orang lainnya? Pertanyaan yang bodoh..

*..Hujan Di Persimpangan Jalan(2)..*


Aku suka rinai hujan yang menari di antara batas bumi dan langit. Aku suka bagaimana hawa dingin menyelimuti tubuhku, begitu kontras dengan gelas kaca berisi capuccino panas yang pernah kamu buatkan tempo hari untukku. Aku suka bagaimana aku menarik kedua kakiku agar tidak terpercik tetesan air dari ujung payung yang kupakai berteduh saat ini. Aku suka rinai hujan, sama seperti aku juga suka menantimu..

Rabu, 08 Januari 2014

*..Hujan Di Persimpangan Jalan..*


Kutunggu kau di persimpangan jalan dekat rumahmu. Di bawah payung kecil berwarna kuning pucat. Di tempat pertama kali kita bertemu. Aku yang diam memandangi langit yang mulai menghitam. Seolah mewakili diriku yang tak bisa meneteskan air mata..

*..Sejauh Mana..*


Sepasang mata ini mengharap temu, kedua tangan ini mendamba genggamanmu. Sebab kebahagiaan akan terasa utuh dan sederhana saat kita bersama. Sebab senyuman tak sanggup terkata di saat kita berjumpa. Tidak bisakah kamu memberiku kesempatan untuk kita bisa bicara? Hanya kita berdua! Lalu tetapkan pilihanmu sehingga tak perlu ada angan yang merasa dipermainkan..

*..Aku Mencintaimu Tanpa Tanda Tanya..*


Kamu tahu mengapa aku menuliskan ini disini? Karena aku tak ingin semua ini berakhir hanya karena kau salah mengerti tentang aku dan perasaanku..

Mengenai Saya

Foto saya
Hanya manusia biasa. Tak memiliki hal istimewa ataupun yang di istimewakan..