Selasa, 18 November 2014

*..Apa Kabarmu, Bodoh..*


Dua dini hari ku terjaga dari lelapku dan terdengar dirimu mulai memanggil namaku pelan dalam sunyi. Dirimu yang pernah kulupakan, dirimu yang selalu membawa hujan. Ah menyebalkan! Kenapa kau selalu datang di saat ku ingin menarik selimut ini lebih erat melekat. Bodoh! Dasar bodoh! Kenapa kau tak pernah datang di saat waktu yang tepat. Di saat hujan tak sedang menjerat. Biar kita tak basah, biar kita tak resah. Di temani heningnya malam ku mulai mendekat, berdiri tepat di hadapan. Di iringi derasnya rintik hujan ku mulai menatap, erat diantara tatapan. Hai, Apa kabarmu bodoh? Sudah lama kita tak bicara. Membicarakan tentang hidup, membicarakan tentang dunia, dan membicarakan tentang mimpi kita berdua..



Bicara tentang mimpi, terlalu banyak mimpi yang kau punya terlalu banyak angan yang kau bagi pada Semesta. Dan sekarang bagaimana kabar mimpi-mimpimu itu? Apakah masih sama? Mimpi yang kau gantungkan di langit sana. Mimpi tentang dirinya. Mimpi tentang cinta yang kehilangan makna. Haaah, Membosankan! Tidak adakah mimpi lain yang dapat kau ceritakan? Tidak adakah topik lain yang dapat kau bicarakan setiap malam..?

Dan dalam hitungan detik air mukamu berubah menjadi kelabu, tak secerah sewaktu aku bertemu denganmu beberapa menit yang lalu. Sayang, tak dapat kupeluk tubuhmu yang saat ini pasti sedang gemetar karena derasnya air hujan, atau karena pertanyaanku? Sayang, tak dapat kudengar isak kecilmu karena lagi-lagi tersamarkan oleh derasnya air hujan, atau karena pernyataanku? Kembali aku hanya bisa bertanya, pertanyaan yang sama. Bodoh! Aku tahu itu pertanyaan bodoh. Namun, apa lagi yang dapat kulakukan? Menyentuhmu? Ku tak bisa. Memelukmu? Itu juga ku tak bisa..

Dan hari ini, pertanyaan bodoh yang sama kulantunkan. Lagi-lagi kamu memberikan jawaban yang tak dapat ku mengerti. Sebentar, biar aku saja yang bicara, cukup kau posisikan dirimu sebagai pendengar yang baik sebagai pemerhati yang baik. Sama seperti peran yang pernah kau jalani dulu saat di dekatnya. Mungkin akan terdengar sebagai kabar duka tapi kamu tetap harus mendengarnya. Dia telah mati! Dia, si mimpi yang menggantung di langit, kini telah mati. Dia gantung dirinya terlalu tinggi di langit sana. Kemudian dia jerat dirinya. Tak pernah biarkan kamu untuk menggapainya. Dan perlahan detaknya menghilang. Dia telah Mati..!

Dan kamu terdiam. Menangis. Kamu hanya menangis dan tersedu sambil menatapku yang ada di depanmu. Pandanganmu mengabur, tertutup butiran air yang hendak menyaingi butiran air yang turun dari langit. Bodoh! Kenapa kau masih saja menangis untuknya? Kenapa kau masih saja mengharapnya kembali untukmu? Bukankah kamu bilang cintamu itu tulus? Tanpa syarat? Lalu kenapa masih saja berharap? Tak mengertikah kamu dengan arti kata tulus itu sesungguhnya? Dasar bodoh..!

Waktu terus saja berlalu tak peduli kau yang sedang menangis pilu. Sudah, sudahlah. Berhenti dan menyerah. Lagipula biar kuberitahu sebuah kenyataan, agar kamu mengerti sebuah alasan. Terlalu banyak luka terlalu banyak pedih yang telah kamu berikan untuknya. Terlalu rendah dirimu terlalu hina dirimu untuk datang kepadanya. Mungkin baginya kau selalu salah walau kau coba meminta maafnya. Mungkin untuknya kau tak pernah benar walau hanya sekali kau melakukan kesalahan. Dan kau tahu? Kesalahan terbesarmu adalah terlalu mencintainya..

Mungkin kau tak layak terus harapkannya walau anganmu selalu berkata dialah arti satu sesungguhnya. Mungkin kau tak pernah jadi impiannya meski mimpimu selalu bicara tak ada yang lain yang rasukimu selain dirinya. Simpan khayalanmu itu simpan untukmu sendiri. Kau tak mengerti di hatinya tak pernah ada kamu takkan pernah hadirmu mengubah hatinya, mengubah hari-hari indahnya. Dia akan tetap baik ada atau tanpa kamu. Dia akan tetap cantik bersama atau tak bersamamu. Karena di matanya kau tak bermakna tak punyai arti apa-apa. Hanya figuran kecil yang menghiasi diary hidupnya. Dan semua yang telah kau lakukan. Dan semua yang telah kau berikan. Semua akan pergi dan menghilang pada saatnya nanti, tak ada yang berarti di matanya semua takkan berarti..

Meskipun sekian tahun telah berlalu, entah mengapa takdir tak pernah berpihak padamu. Kau seakan hanya bisa terdiam di tempatmu, tak mendekat tapi tidak juga menjauh. Butuh banyak waktu untuk menyadarkan dirimu bahwa ternyata dia tak pernah menginginkan perhatian dan segala bentuk perhatianmu. Butuh banyak waktu untuk menyadarkan dirimu bahwa ternyata dia juga tak pernah menginginkan sajak berkarat yang selalu kau hadirkan untuknya. Butuh banyak waktu untuk menyadarkan dirimu bahwa ternyata ada sebongkah perasaan yang perlahan mencari kepastian. Tapi, ketika dirimu sudah mulai menyadari semua itu, segala sesuatunya sudah terlambat. Kau telah jatuh. Jatuh kedalam lubang dalam tak bertepi, Jatuh kedalam cinta bodohmu ini..

Seperti rintik hujan yang akan berlalu, kau juga selalu ingin berlalu dan melupakannya. Namun, ketika kembali tetes-tetes kecil ini mendera, aku tahu akan selalu ada ruang di sudut hatimu untuknya dan bayangannya. Ketika aku menatap dirimu yang ada di dalam cermin di depanku, ada banyak pertanyaan tak terucap yang ingin ku hembuskan melalui udara basah ini, berharap kau juga dapat mendengarnya. Aku ingin tahu. Bagaimana kabarmu saat ini, bodoh? Apakah mimpimu masih sama? Ataukah kau telah tinggalkan mimpimu dan kembali menata hidupmu di dunia nyata..?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Hanya manusia biasa. Tak memiliki hal istimewa ataupun yang di istimewakan..