Selasa, 18 November 2014

*..Secangkir Cappucino Di Kala Senja..*


cappucino

Senja ini aku kembali duduk di ambang jendela lantai dua, bersama secangkir Cappuccino yang sejak tadi asyik menemaniku bercerita. Cappuccino yang disajikan dengan kerinduan yang mendidih hingga mengepulkan gejolak harapan yang masih tersimpan. Cappuccino memang lebih istimewa jika dinikmati dikala senja. Disaat para dewa dan peri sedang menari-nari diatas kolaborasi warna jingga dan tirus yang diciptakan oleh semesta, sebagai hadiah darinya untuk mereka yang telah lelah dan bosan mendengar doa dari para manusia..



Dan beberapa menit lagi kelabu akan datang menyerbu, aku takut Cappuccino milikku akan dilirik oleh mereka, dewa-dewa yang telah lelah berpesta sebagai pelepas dahaga. Kuharap mereka tak mengambil Cappuccino ku, karena aku masih ingin meniup-niup kepulan asap yang berbaur bersama aroma rindu tentangmu. Lalu biarkan asap itu terbang, biarkan melayang, biarkan terangkat ke awang awang, menjadikan dirinya awan yang bergumpal kerinduan..

Warna senja yang syahdu bercampur Cappuccino yang perlahan membeku akan membuat aku merindukanmu, lebih merindu tepatnya. Lebih dari biasanya. Maka ku biarkan saja Cappuccino ku itu mendingin. Ku biarkan asap tipis meninggalkannya. Bagaimanapun juga rasa Cappuccino itu masih tetap sama. Masih bisa kucium wangi khasnya. Sama seperti merindumu tanpa sedetikpun melihatmu. Masih ku rasa juga aroma nafas dan parfum yang kamu pakai di hari terakhir itu. Oh ya aku lupa bertanya, apakah parfum yang kamu pakai saat ini masih sama..?

Ah, sedikit tegukan dan rasa Cappuccino yang ada di hadapanku kembali mengingatkanku padamu. Manis namun terasa pahit di ujung lidah. Sama seperti manisnya wajahmu saat tersenyum meskipun senyum itu bukan untukku, sama seperti pahitnya rindu dan perhatian yang selalu terabaikan olehmu. Tapi aku tetap menikmati semua rasa itu. Sama seperti aku yang selalu menikmati rasa lelah untuk tetap menunggumu. Memang aku akui tidak ada menunggu yang menyenangkan. Bagiku, menunggu itu seperti bertaruh. Bukan! Aku bukan bertaruh dengan waktu karena waktu tak berdosa apa-apa, karena tugasnya hanyalah mempertemukan kita. Aku sedang bertaruh dengan jarak. Jarak antara dua hati. Jarak antara hati yang sedang menunggu dan hati yang tidak sadar sedang ditunggu..

Aku punya satu alasan lain kenapa aku menyukai secangkir Cappuccino di kala senja. Jantungku selalu berdetak ribuan kali lebih cepat setiap ku menikmatinya. Sama seperti saat aku bertemu kamu dulu, pertemuan dalam ketidaksengajaan. Ketidaksengajaan yang membuatku bersyukur pada Semesta. Tapi bukan hal seperti itu yang selalu ku harapkan. Seandainya bisa memilih aku ingin ketidaksengajaan itu tak pernah ada jika akhirnya ada yang terluka, entah itu kamu entah itu aku. Dan seandainya kembali bisa memilih aku tak ingin mengenal Cappuccino bersama segala rasa yang ada di dalamnya, entah itu manis entah itu pahit. Karena kini kau tahu aku selalu menemukanmu dalam secangkir Cappuccino yang selalu menemani senjaku..

Seandainya kamu ada disini, duduk di ambang jendela yang sama denganku dan kita saling bertatapan kemudian saling bertukar cerita sambil menikmati secangkir Cappuccino tentunya. Tapi itu tidak mungkin terjadi. Kamu hanya mengenalku lewat sapaan, tidak terlalu lama apalagi jauh lebih dalam. Untuk sekedar mengingatku saja kamu sudah enggan, bagaimana kamu bisa mengerti perasaanku? Apa aku harus memperkenalkan diriku lagi kepadamu? Kalau memang demikian, baiklah. Perkenalkan, namaku 'hati yang selama ini menunggumu'. Bagaimana? Apa sekarang kamu mengingatku? Ingat kan? Kapan kita bertemu lagi? Malam nanti? Bagaimana kalau dalam mimpi..?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Hanya manusia biasa. Tak memiliki hal istimewa ataupun yang di istimewakan..