Rabu, 08 Januari 2014

*..Sejauh Mana..*


Sepasang mata ini mengharap temu, kedua tangan ini mendamba genggamanmu. Sebab kebahagiaan akan terasa utuh dan sederhana saat kita bersama. Sebab senyuman tak sanggup terkata di saat kita berjumpa. Tidak bisakah kamu memberiku kesempatan untuk kita bisa bicara? Hanya kita berdua! Lalu tetapkan pilihanmu sehingga tak perlu ada angan yang merasa dipermainkan..



Yang kuingin hanyalah sebuah kepastian tentang tarik menarik asa dan rasa yang seperti tak ada ujungnya. Yang kuingin hanyalah kata sederhana, cukup sederhana hingga ku tak perlu meminta apa-apa untuk dapat merasa ini akhir dari cerita, hingga aku tak perlu merasa kecewa sebab keinginan tak sejalan dengan kenyataan, hingga aku tahu rasanya dicinta tanpa perlu mengiba..

Dulu disaat aku ingin menjadi satu-satunya titik yang kau pandang lekat-lekat, kenyataan menjawabnya dengan pahit yang teramat pekat. Aku sadar yang ada padaku memang tidak untuk menjadi sesuatu yang menarik perhatianmu. Teriakan yang tak terdengar atau kamu memang enggan menoleh lalu sadar. Keberadaan yang tak terlihat atau kamu memang enggan untuk kita menjadi lebih dekat. Disini ku seperti memperjuangkan yang belum mau diperjuangkan karena buatmu aku pun belum pantas diistimewakan..

Kamu dekat tapi terasa lebih jauh dari yang terlihat. Kamu ada tapi terasa lebih tiada dari kenyataannya. Ah, bahkan perasaanku saja sudah bisa mengira bahagia pernah dekat denganmu seperti ini bukan untuk selamanya. Kamu terlalu jauh untuk kurengkuh atau kedekatan memang tak pernah kau inginkan? Sebab berulang kali aku menunjukkan diri, namun tak sekalipun kamu menyadari bahwa aku selalu ada..

Memang itu bukan salahmu yang mungkin seperti tak menghargai perasaan. Salahku yang berharap hanya pada kebetulan. Bukan salahmu juga yang tak sadari keberadaan. Salahku yang tak pernah bisa melihat kenyataan. Salahku, mengapa dulu tidak piawai menggengam. Salahku, mengapa dulu memilih untuk diam. Salahku, mengapa dulu seakan terlihat seperti melepasmu pergi..

Mungkin seluruh pikirmu meragu tentang seberapa besar perasaanku, tapi sungguh ini bukan sebatas rasa penasaranku. Takkan kupanjatkan doa jika kamu tak istimewa. Mungkin menurutmu aku pengecut yang hanya bisa bicara dibelakangmu seperti ini. Tapi mungkin itulah takdirku yang terlahir hanya sebagai pendamba cintamu, tanpa kau beri kesempatan untukku bicara di depanmu..

Jika ini hanyalah masalah waktu, kamu tahu aku pintar menunggu. Namun barangkali ini lebih dari itu. Sebab katanya, Tuhan hanya memberi sesuatu jika kita telah betul-betul siap memilikinya. Mungkin saja ada yang memang belum betul-betul siap. Mungkin saja aku, mungkin saja kamu, mungkin saja entah. Meyakini hal-hal semu seperti itu memang tak mudah, tapi itu lebih baik daripada menjatuhkan diri pada kesedihan yang tanpa alasan..

Awal yang menggebu, ternyata menyisakan sisa-sisa rasa yang dinilai tak bermakna seperti abu. Aku ingin menerbangkannya, mungkin agar bisa sedikit saja kau bisa merasakan perihnya dimatamu. Meski aku tahu, untuk merasa saja takkan bisa mengubah apa-apa. Pun kepemilikan hatimu telah dipegang oleh dia. Jangan kamu tanya darimana aku tahu itu. Katakan aku salah tentang hal itu, tapi hati butuh sebuah alasan mengapa kini kamu menghindariku..

Ketika meneruskan hanyalah berarti menambah perih pada luka sebelumnya dan berhenti juga tak menyembuhkan apa-apa. Menaruh harap pada waktu yang akan menjawab mungkin saja percuma, sebab hatimu kuyakin sudah ada pemiliknya. Sedangkan aku hanya tokoh tak penting yang muncul pada sedikit kesempatan dalam cerita cintamu..

Bukan salah hati, jika sedikit cinta mampu mengundang rindu setengah mati. Bukan pula salah hati, jika sedikit cinta kelak menjadi alasan ada rasa yang tersakiti. Nyatanya, cinta memang Tuhan ciptakan dengan mata yang buta arah. Bisa menuju siapapun, bisa terjatuh di manapun. Aku bukanlah siapa-siapa, tentu saja aku harus rela jika pada akhirnya kamu berjumpa dengan dia yang ditakdirkan semesta. Dan aku memang bukanlah siapa-siapa, justru itu yang membuatku harus menelan perihnya luka..

Namun rasanya aku tak begitu berbeda dengan dia dan lainnya, namun mengapa tak kamu berikan aku tatapan yang sama seperti tatapanmu kepadanya? Harus sejauh mana aku menyentuh hatimu, agar setidaknya kamu tak buru-buru berlalu dari sisiku? Kukira mencintai lewat mimpi tak akan pernah senyata ini kecuali padamu. Kamu memang terlalu tinggi atau hanya ekspektasiku saja yang terlalu malas menginjak bumi..

Cerita-cerita kita yang kukira akan sempurna, ternyata tak berakhir bahagia. Yang kutahu tentang masa depan itu kamu, tapi malah kamu yang menyuruhku untuk tetap berpijak saja pada masa lalu dan berhenti di situ. Jika benar seperti katamu bahwa putaran kesempatan pernah kulewatkan, mungkin itulah definisi dari sebuah kesalahan yang mendewasakan. Kini, haruskah aku menujumu, perjuangkan kamu lebih jauh? Atau kembali saja pada titik mula cukup jadi pendamba? Nyatanya tidak perlu ada perjuangan. Sebab hatimu telah ada yang memenangkan. Benar kan? Katakan kalau ini salah..

Mungkin salah satu dari kita harus ada yang mengalah. Aku yang seharusnya berbalik arah, atau kamu yang menujuku selangkah demi selangkah. Jika semesta benar-benar mendukungku untuk pindah ke lain hati, mengapa sosok yang sering ku temui dalam mimpi hanyalah kamu lagi? Kamu dan aku juga tahu bahwa cinta tak mampu dipaksakan. Percuma aku berusaha dekat dengan yang lainnya, jika hatiku cuma kamu yang punya. Inginnya kamu ada dua, satu untukku dan satu untuknya. Tapi kutahu, cerita ini tak mungkin tertulis begitu..

Jadi sampai sejauh mana kau bawa pergi hatiku yang ada dalam genggamanmu itu..?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengenai Saya

Foto saya
Hanya manusia biasa. Tak memiliki hal istimewa ataupun yang di istimewakan..